Selasa, 24 Maret 2015
skripsi BAB 1 ODF
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
yang pokok karena kotoran manusia (faces)
adalah sumber penyebaran penyakit multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat
disebarkan oleh tinja manisia antara lain tifus, disentri, kolera,
bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, (Notoatmodjo, 2010). Rendahnya pengetahuan tentang
pentingnya buang air besar ditempatnya menyebabkan perilaku angggota keluarga
buang air besar sembarangan, karena ekskreta
manusia merupakan sumber infeksi dan merupakan salah satu penyebab terjadinya
pencemaran lingkungan. Buang air besar sembarang tempat masih dilakukan
masayarakat yang berpenghasilan rendah (Aryani,
2010). Ancaman pembuangan kotoran (faces
dan urina) yang tidak menurut aturan, Buang Air Besar (BAB) di sembarangan
tempat itu berbahaya. Karena itu akan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit
lewat lalat, udara dan air (Winaryanto, 2010). Kotoran dari manusia yang sakit atau sebagai carrier dari suatu penyakit dapat
menjadi sumber infeksi. Kotoran tersebut mengandung agens penyakit yang dapat
ditularkan pada pejamu baru dengan perantara lalat, (Candra, 2012). Pengetahuan
merupakan salah satu aspek yang berperan pada perilaku seseorang. Pembentukan
pengetahuan dipengaruhi oleh faktor umur, informasi, pendidikan (Notoatmodjo,
2010).
Menurut WHO jumlah penduduk yang melakukan buang air
sembarang di seluruh dunia tahun 2012 sebesar 14,6%, tahun 2013 sebesar 14,2%,
tahun 2014 sebesar 13,8%. Penduduk Indonesia yang buang air besar tahun 2012
sebesaar 34%, tahn 2013 sebesar 38%, dan tahun 2014 sebesar 54 % (Depkes RI,
2014). Data dari Puskesmas Keboan Kabupaten Jombang tahun 2012 sebesar 43,7%,
tahun 2013 sebesar 42,8%, dan tahun 2014 sebesar 41,2%. Sedangkan penduduk yang buang air besar sembarangan
di Desa Asemgede Kecamatan Ngusikan tahun 2012 sebanyak 65,7% kepala keluarga,
tahun 2013 sebesar 64,7%, dan tahun 2014 sebesar 64,7%. Studi pendahuluan yang
dilakukan pada bulan Januari 2015
didapatkan bahwa pada tahun 2012 jumlah penggunaan jamban sebesar 35%, tahun
2013 penggunaan jamban 33%, dan tahun 2014 jumlah penggunaan jamban sebesar
31%, kondisi tersebut mencerminkan hampir 70% masyarakat berperilaku buang air
besar sembarangan. Hasil wawancara pada 10 orang dengan menggunakan kuesioner
didapatkan 25% sudah mempunyai jamban, dan 75% tidak mempunyai jamban.
Perilaku buang air besar sembarang
merupakan salah satu bentuk perilaku negatif, kondisi ini berdampak pada
penularanpenyakit. Perilaku buang air besar ini terbentuk dari rendahnya
pengetahuan keluarga tentang open
defication free (ODF). Perilaku buang air besar sembarangan dipengaruhi
oleh faktor predisposisi yaitu pengetahuan, lingkungan, informasi, pendidikan,
dan faktor enabling yaitu sarana dan
prasarana. Pengetahuan keluarga yang kurang akan mempengaruhi pada perilaku
anggota keluarga buang air sembarangan. Perilaku buang air besar sembarangan
ini mencerminkan kurangnya kesadarana keluarga serta rendahnya pengetahuan yang
dimiliki.
Pendidikan kesehatan dengan cara
penyuluhan merupakan salah satu aspek yang berperan pada pengetahuan dan
perilaku seseorang. Penyuluhan yang diberikan akan membentuk pengetahuan, dan
berlanjut pada pembentukan sikap yang akan membentuk perilaku (Notoatmodjo,
2011). Penyuluhan oleh tenaga kesehatan pada masyarakat salah satu aspek yang
akan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang open defication free (ODF),
kondisi ini akan membentuk sikap positif dan akan dicerminkan pada perilaku
buang air besar pada tempatnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka
peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan keluarga tentang open defication free (ODF) terhadap
perilaku buang air besar sembarangan di Desa Asemgedhe Kecamatan Ngusikan
Kabupaten Jombang.
1.2.
Rumusan
Masalah
Bagaimana hubungan pengetahuan keluarga
tentang open defication free (ODF)
terhadap perilaku buang air besar sembarangan di Desa Asemgedhe Kecamatan
Ngusikan Kabupaten Jombang?
1.3.
Tujuan
Penelitian
1.3.1.
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan keluarga
tentang open defication free (ODF)
terhadap perilaku buang air besar sembarangan di Desa Asemgedhe Kecamatan
Ngusikan Kabupaten Jombang.
1.3.2.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi
pengetahuan keluarga tentang open
defication free (ODF) di Desa Asemgedhe Kecamatan Ngusikan Kabupaten
Jombang.
2. Mengidentifikasi
perilaku buang air besar sembarangan di Desa Asemgedhe Kecamatan Ngusikan
Kabupaten Jombang.
3. Menganalisa
hubungan pengetahuan keluarga tentang open
defication free (ODF) terhadap perilaku buang air besar sembarangan di Desa
Asemgedhe Kecamatan Ngusikan Kabupaten Jombang.
1.4.
Manfaat
Penelitian
1.4.1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini menambah kajian
pustaka ilmu keperawatan tentang hubungan pengetahuan keluarga tentang open defication free (ODF) terhadap
perilaku buang air besar sembarangan
1.4.2.
Manfaat Praktis
1.
Bagi Perawat
Hasil penelitian ini
menambah informasi tentang hubungan pengetahuan keluarga tentang open defication free (ODF) terhadap
perilaku buang air besar sembarangan
2.
Bagi Penelitian
Selanjutnya
Hasil penelitian ini
sebagai jurnal dan referensi penelitian
bagi peneliti selanjutnya.
3.
Bagi Institusi
Pendidikan
Hasil penelitian ini menambah kajian
pustaka di perpustakaan terkait tentang hubungan pengetahuan keluarga tentang open defication free (ODF) terhadap
perilaku buang air besar sembarangan
4.
Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini
sebagai bahan informasi bagi temppat penelitian terkait tentang hubungan
pengetahuan keluarga tentang open
defication free (ODF) terhadap perilaku buang air besar sembarangan
5.
Masyarakat
Masyarakat akan lebih
mengetahui dan mengerti tentang open defication
free (ODF), sehingga akan lebih memahami hal tersebut.
askep batu saluran kemih
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan manusia dibutuhkan
keadaan yang seimbang (homeostasis) yang dilakukan oleh organ tubuh kita, salah
satunya adalah ginjal. Ginjal merupakan organ vital yang berperan dalam
mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal.
Bila fungsi ginjal terganggu, maka akan timbul ketidak- seimbangan yang salah satu akibatnya akan timbul batu.
Batu perkemihan dapat timbul pada
berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter dan kandung kemih).
Bila terjadi pada kandung kemih dapat menyebabkan penyumbatan dan pengosongan
kandung kemih tidak sempurna, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
pada ginjal.
Insiden terbentuknya batu menurut A.
Suwito mendapatkan angka prevalensi batu saluran kencing 51,9/10.000 penduduk.
Pada pria lebih banyak ditemukan batu ureter dan buli-buli sedangkan pada
wanita lebih sering ditemukan batu ginjal. Terbentuknya batu dapat dipengaruhi
oleh faktor intristik seperti : usia, jenis kelamin, ras, dan oleh faktor
ekstristik seperti: lokasi geografis, pekerjaan, iklim, ekonomi. Puncak insiden
terjadi pada usia 30 – 50 tahun.
Gejala awal terbentuknya batu jarang
dirasakan oleh penderita, mungkin hanya perubahan dalam pola perkemihan, namun
bila tidak ditindaklanjuti maka dapat menimbulkan keadaan yang parah, seperti
nyeri yang hebat, terjadi penyumbatan saluran kemih bahkan terjadi kerusakan
ginjal.
Peran perawat dalam hal ini adalah
memberikan penyuluhan tentang: pencegahan terjadinya batu, seperti mengkonsumsi
cairan dalam jumlah banyak (3 – 4 liter/hari), diit yang seimbang/sesuai dengan
jenis batu yang ditemukan, aktivitas yang cukup serta segera memeriksakan diri
bila timbul keluhan pada saluran kemih agar dapat segera ditangani. Bagi
penderita yang mengalami batu pada kandung kemih agar selalu menjaga
kesehatannya agar tidak terjadi pembentukan batu yang baru pada kandung kemih.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah:
1.
Untuk
memperdalam anatomi fisiologi penyakit batu saluran kemih yang merupakan dasar pengkajian dan
intervensi keperawatan.
2.
Memperoleh
dasar atau acuan dalam merawat pasien yang menderita batu saluran
kemih, serta memberikan asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengan konsep-konsep
yang diperoleh dari perkuliahan dan literatur.
3.
Sebagai salah satu syarat dari mata
kuliah System
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ANATOMI
DAN FISIOLOGI
1.
ANATOMI
Ginjal adalah bagian utama dari
sistem perkemihan yang juga masuk didalamnya ureter, kandung kemih dan uretra.
Ginjal terletak pada rongga abdomen posterior, dibelakang peritonium diarea
kanan dan kiri dari kolumna vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi
tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Pada orang dewasa normal panjangnya 12
– 13 cm, lebar 6 cm dan beratnya antara 120 -150 gram. Setiap ginjal memiliki
korteks dibagian luar dan di bagian dalam yang terbagi menjadi
piramide-piramide. Pada setiap piramide membentuk duktus papilaris yang
selanjutnya menjadi kaliks minor, kaliks mayor dan bersatu membentuk ginjal
tempat terkumpulnya urine. Ureter menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.
Garis-garis yang terlihat pada
piramide disebut nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Setiap ginjal
terdiri dari satu juta nefron. Setiap nefron terdiri atas glomerulus yang
merupakan lubang-lubang yang terdapat pada piramide-piramide renal, membentuk simpul dan kapiler badan satu mulpigli, kapsul bowman, tubulus proximal,
ansa henle dan tubulus distal.
Ureter menghubungkan pelvis ginjal
dengan kandung kemih. Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 10 – 12
inc. Ureter berfungsi menyalurkan urin ke kandung kemih. Kandung kemih
mempunyai tiga muara. Dua maura ureter dan satu muara uretra. Kandung kemih
sebagai tempat menyimpannya urin dan mendorong urin untuk keluar. Uretra adalah
saluran kecil yang berjalan dari kandung kemih sampai ke luar tubuh yang
disebuat meatus uretra.
2.
FISIOLOGI
a. Fungsi
ekskresi
1)
Mempertahankan osmolaritas plasma
sekitar 285 cm osmol dengan mengubag
ekskresi air.
2)
Mempertahankan kadar masing-masing
elektrolit plasma dalam rentang normal.
3)
Mempertahankan pH plasma dengan
mengeluarkan kelebihan dan membentuk kembali Hco3.
4)
Mengekskresikan produk ahkir
nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kretinin.
b.
Fungsi non ekskresi
1)
Menghasilkan renin, penting untuk
mengatur tekanan darah.
2)
Menghasilkan eritropoitin, faktor
penting dalam stimulasi produksi sel darah merah dan sumsum tulang.
3)
Metabolisme vitamin D menjdai bentuk
aktifnya.
4)
Degradasi insulin.
5)
Menghasilkan prostaglandin
.
B. PENGERTIAN
Batu saluran kemih adalah adanya
batu di traktus urinarius (ginjal, ureter, atau kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat,
fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium (Brunner & Suddath, 2002). Berdasarkan paparan dari Pierce A Grace, 2006, Batu saluran kemih
adalah benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam
urin pada saluran kemih dan dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai
dengan kandung kemih dan ukurannnya bervariasi dari deposit granuler yang kecil
disebut pasir atau kerikil sampai dengan batu sebesar kandung kemih yang
berwarna orange. Urolithiasis mengacu pada adanya
batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk ketika konsentrasi
substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandung kemih dan
ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau
kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih dan berwarna oranye (Smeltzer & Bare, 2002).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas
maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa batu saluran kemih adalah massa
keras seperti batu yang dipresipitasi dari berbagai zat terlarut yang terbentuk
disetiap bagian ginjal sampai kandung kemih dan ukurannya dapat beravariasi
dari yang kecil seperti pasir sampai dengan sebesar kandung kemih.
C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya batu saluran
kemih dapat dijelaskan melalui beberapa teori Purnomo, 2009 :
1.
Teori nukleasi
Secara
teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan seperti
pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), obstruksi infravesika kronis seperti
hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri
atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik
yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain
sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun cukup besar, agregat
kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu
agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal),
dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Meskipun proses
pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan jenis batu itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk
dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amoium fosfat terbentuk karena
urine bersifat basa).
Kondisi metastabel
dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi
solut dalam urine, laju aliran urine di dalam kemih, atau adanya korpus alineum
di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
2.
Teori inhibitor crystal
(penghambat kristalisasi)
Diduga
terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau berkurangnya faktor
inhibitor (penghambat) pembentukan batu seperti: magnesium, sitrat, peptid
fosfat, pirofosfat, polifosfat (mencegah pengikatan kalsium dengan
oksalat/fosfat yang 80% ditemukan sebagai komposisi batu), dan beberapa protein
atau senyawa organik lain yang mampu menghambat pertumbuhan kristal, menghambat
agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal (asam mukopolisakarida,
glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan
osteopontin).
Selain kedua teori tersebut ada
faktor internal dan eksternal berpengaruh pada terbentuknya batu saluran kemih,
yakni sebagai berikut:
1.
Faktor internal :
a.
Stasis urine
Terjadi akibat
infeksi, gangguan metabolik, obstruksi leher kandung kemih atau immobilisasi
yang lama, sehingga tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemih dalam waktu
lama.
b.
Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK). Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan
mengubah pH urine menjadi
alkali.
c.
Hiperkalsiuria (kadar kalsium di
dalam urine > 250-300mg/24jam) yang dapat disebabkan oleh :
1)
Hiperparathyroid atau status
keganasan (peningkatan resorpsi kalsium tulang), ranulomatous (dimana terjadi
peningkatan vit D yang diproduksi oleh granuloma), intake vitamin D yang berlebih.
2)
Gangguan kemampuan reabsorbsi
melalui tubulus ginjal dan absorbsi kalsium melalui usus.
3)
Penggunaan
obat-obatan. Penggunaan obat anti hipertensi triamterene, penggunaan jangka
panjang antasid, carbonat anhidrase inhibitor akan meningkatkan insiden batu
saluran kemih pada seorang individu.
Ø Hiperoksaluri
(ekskresi oksalat urine > 45gr/hari), keadaan ini banyak dijumpai pada
pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan
pasien banyak mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (seperti: teh, kopi
instan, soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau
terutama bayam).
Ø Hiperurikosuria
(kadar asam urat dalam urin > 850 mg/hari), asam urat yang berlebihan dalam
urine bertindak sebagai inti batu pada terbentuknya batu asam urat. Sumber asam
urat di dalam urin berasal dari makanan yang banyak mengandung purin maupun
berasal dari metabolisme endogen.
Faktor
Eksternal :
Ø Umur (penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun)
Ø Jenis kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih
banyak dibanding pasien perempuan)
Ø Keadaan
Sosial Ekonomi
Penyakit
batu saluran kemih lebih sering diderita oleh masyarakat industrialis dibanding
nonindrustrialis.
Ø Diet
Meningkatnya
kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan konsumsi asam lemak, protein
hewani, gula, garam, dan minuman instan (teh, kopi, bersoda), serta penurunan
makanan berserat, protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan insiden
batu saluran kemih.
Ø Jenis
pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan aktivitas fisik minimal (banyak
duduk) dan paparan suhu yang tinggi
akan meningkatkan insisden batu saluran kemih.
Ø Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua
substansi dalam urine meningkat.
Ø Iklim
Individu
yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet
tinggi akam cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D
(memicu peningkatan eksresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran
kemih akan meningkat.
Ø Riwayat
keluarga
Riwayat batu
saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya batu
saluran kemih pada seseorang.
Langganan:
Postingan (Atom)